Rabu, 01 September 2010

SINGKIRKAN BATASAN-BATASAN YANG ADA

Kris Vallotton dalam buku Developing Supernatural Lifestyle menulis:

Allah tidak pernah menghendaki karunia2 Roh dibatasi oleh dinding gereja. Sebagian besar mujizat dalam Alkitab terjadi di luar jalan tol kudus, di hutan rimba realitas. Syukur kepada Allah, ada transisi besar dalam Kerajaan. Kita sedang beralih dari pelayanan bagi orang2 kudus menjadi pelayanan dari orang2 kudus. Gereja adalah tempat yang kita kunjungi untuk diperlengkapi dengan senjata2 perang, dan merupakan tempat yang sangat baik untuk berlatih hingga kita fasih menggunakannya, dibawah bimbingan instruksi berpengalaman. Akan tetapi penting sekali kita memperlengkapi, mengembangkan dan melatih, dengan maksud mengerahkan.

Sebagian besar umat Kristen tidak siap menghadapi pertempuran yang menanti mereka di masyarakat karena mereka telah berlatih di lingkungan “Benteng Empuk“ yang ramah. Bukan saja mereka dilatih di antara orang2 yang ramah, yang sudah mengenal Allah dan berbahasa kristiani, mereka juga dilatih untuk menghadapi orang2 seperti itu! Sungguh sulit dipersiapkan untuk menghadapi kandang singa ketika berlatih bersama dan menghadapi kucing. Izinkan saya memperjelas. Gereja seharusnya menjadi tempat yang aman untuk berlatih dan bertumbuh dalam karunia Roh Kudus. Akan tetapi, kalau kita berlatih hanya untuk menghadapi jemaat, kita akan sama sekali tidak efektif diantara orang yang masih sesat dalam kegelapan. Anda hanya bisa sekian lama duduk di simulator sebelum akhirnya harus keluar dan menggemudikan kendaraan yang sesungguhnya.

HARI MINGGU & GEDUNG GEREJA

Hal yang sangat memprihatinkan adalah kepercayaan kita pada Tuhan hanya dibatasi oleh hari dan tempat. Hari yang dimaksud adalah hari Minggu, sedangkan tempat yang dimaksud adalah gedung Gereja. Selama kita berada di 2 hal itu, maka hidup kita begitu religius. Betapa saleh, manis, tetapi benarkah hal ini? Kepercayaan kita kepada Tuhan seharusnya berdampak dan meresap dalam seluruh aspek kehidupan kita. Jadilah umat kerajaanNya dalam 7 hari dalam seminggu dan hidup di semua tempat. Bagaimana mungkin Tuhan disenangkan jika hidup kita memiliki standar ganda? Untuk apa hanya menyembah Dia dan menyenangkan hatiNya dalam ruang lingkup kebaktian, sedangkan dalam kehidupan keseharian, kita hidup dalam pemberontakan terhadap kebenaran-kebenaranNya? Izinkan kehidupan Tuhan dalam diri kita berdampak dalam semua area hidup kita. Bukankah kehadiranNya dalam diri kita itu permanen (setiap waktu)? Dia tidak hanya hadir saat kita beribadah dalam sebuah kebaktian. Jangan batasi Tuhan dengan pola pikir kita yang picik. Dia ingin terlibat setiap waktu dan saat dalam hari-hari hidup kita. Relakah kita mengizinkanNya mendominasi seluruh area hidup kita? Relakah?