Christianty without discipleship is always christianity without Christ (Dietrich Bonhoeffer)
Senin, 14 Januari 2013
MENGAJAR ANAK ADALAH SEBUAH KEHARUSAN
Pendidikan spiritualitas anak-anak selama ini telah menjadi tanggung jawab dari para guru sekolah minggu di gereja-gereja. Yang menjadi masalah adalah para orang tua seringkali menyerahkan hal ini tanggung jawab sepenuhnya para guru sekolah minggu. Tidak dapat dipungkiri selain kesibukan yang menjadi kendala untuk orang tua memperhatikan pertumbuhan kerohanian anak-anak mereka, mayoritas orang tua merasa tidak memiliki kemampuan yang dirasa cukup untuk mengambil tanggung jawab dalam mendidik kerohanian anak-anak mereka. Itu sebabnya selama ini pelayanan sekolah minggu menjadi seperti “tulang punggung” pendidikan kerohanian anak-anak. Tidak sedikit para orang tua yang mempersalahkan guru sekolah minggu jika anak-anak mereka tidak mengalami perubahan.
Jika kita kembali kepada Alkitab, ternyata pendidikan kerohanian anak menjadi tanggung jawab para orang tua. Hal ini tidak bermaksud untuk meniadakan pelayanan sekolah minggu di gereja-gereja, tetapi sekolah minggu bukan menjadi “pelarian” dari para orang tua yang merasa tidak mampu untuk mengajar anak-anak mereka dalam sisi kerohanian. Mendidik anak dalam sisi kerohanian bukan berbicara masalah kemampuan, tetapi suatu tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada setiap orang tua yang ada. Tanggung jawablah yang membuat para orang tua harus mulai menata diri mereka dalam sisi kerohanian.
ULANGAN 6:1-9
1 "Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya,
2 supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu.
3 Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.
4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.
Perhatikan dengan seksama ayat 7:
a. Mengajar anak kita adalah sebuah “keharusan” dan bukan pilihan.
b. Mengajar anak tidak cukup sekali, tetapi berulang-ulang.
c. Mengajar anak ternyata tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, tetapi menggunakan setiap kesempatan untuk mengajar mereka.
Untuk dapat menunaikan tugas ini, maka pertumbuhan rohani adalah merupakan “harga mati” bagi para orang tua. Sangat disayangkan sebagai orang tua, kita memiliki hasrat dalam menata dan mengejar karier dan sangat antusias dalam mencari nafkah, tetapi mengabaikan hal-hal spiritual. Tanggung jawab ini sebenarnya “memaksa” para orang tua untuk membangun pengenalan akan Tuhan dalam diri mereka. Yang dimaksudkan disini adalah bukan berarti kita harus mengikuti sekolah khusus sehingga kita memiliki kemampuan mengajar seperti para guru sekolah minggu yang mengajar dengan profesional. Mengajar nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan anak-anak kita, lewat keseharian dan peristiwa yang terjadi adalah metode pengajaran dari para orang tua disampaikan. Contohnya saat kita menjumpai seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan, maka prinsip hidup dalam Kasih atau Memberi dapat kita sampaikan pada saat itu. Dititik ini orang tua dituntut mengajar bukan hanya melalui teori tetapi juga lewat teladan kehidupan. Hal yang menguatkan kita adalah hasil survey tentang metode orang dalam belajar: 89% orang belajar dari apa yang dilihatnya dan 10% dari apa yang didengarnya. Itu sebabnya orang tua dituntut bukan hanya mahir dalam pengetahuan Alkitab, tetapi menghidupi apa yang diajarkan.
Cobalah renungkan bahwa jika pendidikan anak, kita serahkan “sepenuhnya” kepada para guru sekolah minggu, maka itu berarti dalam seminggu mereka hanya diajar selama 30 menit. Bandingkan dengan jumlah jam yang harus anak-anak kita lewati setelah itu. Mereka dibombardir oleh pengaruh media, lingkungan pergaulan mereka dan lain-lain. Bersyukur jika sekolah minggu yang kita miliki di gereja lokal kita, diajar oleh guru sekolah minggu yang “berkualitas”. Tetapi kita tidak dapat terlalu berharap akan meratanya “kualitas” dari para guru sekolah minggu yang ada. Hari-hari yang semakin jahat juga sebenarnya memaksa kita untuk serius mendidik anak-anak kita. Bukankah semua pertimbangan ini membawa kita pada sebuah kesimpulan bahwa anak-anak kita bukan hanya membutuhkan guru sekolah minggu saja, tetapi orang tua yang peduli dan berani mengambil tanggung jawab untuk mengajar mereka dalam spiritualitas?
Senin, 07 Januari 2013
PENYESATAN YANG TIDAK DISADARI
Gereja selama ini telah menjaga dirinya dari masuknya pengaruh ajaran sesat. Mengingat begitu berbahayanya pengaruh pengajaran sesat bagi tubuh Kristus, maka beragam ajaran sesat telah berhasil di”cekal” atau di”tangkal”. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa mungkin kita tidak menyesatkan orang lewat pengajaran kita, tetapi justru menyesatkan umat Tuhan lewat gaya hidup kita? Hal yang harus diingat bahwa 89% orang belajar dari apa yang dilihatnya dan 10% belajar dari apa yang didengarnya. Gaya hidup kita ternyata mengajar lebih powerfull dari kemampuan verbal kita. Betapa menyedihkan disaat gereja Tuhan hari-hari ini mengalami krisis keteladanan (bukan krisis pengajaran). Beberapa “oknum” hamba-hamba Tuhan yang gaya hidupnya bertentangan dengan apa yang diajarkannya di mimbar, sebenarnya mereka sedang “menyesatkan” tubuh Kristus. Yang tubuh Kristus butuhkan sebenarnya bukanlah Pengkotbah hebat, tetapi sosok yang menjadi “teladan” bagi hidup mereka. Marilah memuridkan dunia bukan sekedar lewat pengajaran kita saja, tetapi juga lewat gaya hidup Kerajaan Allah yang kita hidupi dalam keseharian kita. Dunia bukan hanya memiliki telinga yang mendengar ucapan kita, tetapi juga memiliki mata yang melihat perilaku hidup kita! Selamat menjadi teladan bagi dunia...
Langganan:
Postingan (Atom)