Jika kita membaca dalam Kis 1:8, Setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi SAKSI. Kita dipanggil lebih dari sekedar bersaksi. Seringkali kita memiliki pengertian yang terlalu sempit dan dangkal, yaitu dengan berpikir bahwa menjadi Saksi adalah berbicara mengenai apa yang kita kotbahkan atau katakan kepada orang yang belum mengenal Tuhan. Hal yang harus selalu kita ingat adalah orang yang kita jangkau adalah orang yang bukan hanya memiliki telinga untuk mendengar, tetapi juga mata untuk melihat. Apa yang kita lakukan akan bersuara lebih keras daripada apa yang kita kataan. Seringkali yang membuat pesan yang kita sampaikan mengalami penolakan adalah karena mereka tidak bisa menerima kehidupan kita. Yang menyedihkan adalah hari-hari ini kita lebih menekankan pentingnya berkotbah daripada kehidupan yang diubahkan sehingga memiliki kualitas kehidupan yang berkarakter.
Hari-hari ini gereja telah menjadi batu sandungan bagi dunia yang belum percaya. Apa pendapat orang disaat melihat hidup kita? Bukankah dalam Mat 5:16: ”Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Jika kita melihat dalam jemaat mula-mula dalam Kisah Rasul, maka selain kuasa Roh Kudus yang bekerja dengan demikian kuatnya, maka yang menjadi penyebab penambahan orang yang diselamatkan adalah karena cara hidup jemaat yang menjadi saksi. Dalam Kis 2:47: Sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Dalam terjemahan the Message ditulis: People in general liked what ”they saw”. Menjadi saksi berarti bukan hanya didengar, tetapi dilihat.
Itu sebabnya Fransiskus dari Asisi berkata, “Berkotbahlah selalu dan jika perlu gunakan kata-kata.” Apa yang dikatakannya memiliki pengertian bahwa berkotbah tidak selalu identik dengan perkataan. Itu sebabnya marilah kita bukan hanya jago dalam berkotbah, tetapi juga jago dalam kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar