Masih ingatkah kita mengenai kisah seorang yang lumpuh dan dibawa oleh 4 orang kehadapan Yesus, sehingga si lumpuh ini mengalami kesembuhan? Kita begitu kagum akan pengorbanan mereka yang pantang menyerah. Kehidupan mereka merupakan inspirasi bagi kita. Untuk menjadi berkat, empat orang ini bermodalkan tenaga dan semangat yang pantang menyerah. Pernahkah terpikir oleh kita, ada pribadi lain yang memiliki andil untuk terjadinya kesembuhan orang lumpuh ini?
Tertulis dalam Mrk 2:4, “ Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring.”
Orang itu adalah sang pemilik rumah. Tempatkanlah diri kita pada posisi orang itu, relakah saat atap rumah kita dibongkar? Mungkin saja saat hal itu terjadi dalam kehidupan kita, kemarahan yang menjadi reaksinya, mengapa? Karena kita tidak rela saat rumah kita “dirusak” oleh orang. Walaupun tidak diceritakan secara terperinci dalam kisah ini, kita patut memberikan penghargaan kepada sang pemilik rumah. Orang ini telah menjadi teladan bagi kita. Karena kerelaan hatinya untuk berkorban, maka ada seorang yang dapat mengalami kesembuhan dari Yesus. Jangan berpikir bahwa setiap kali berbicara mengenai berkorban, maka itu identik dengan uang. Korban waktu, korban perasaan, korban kenyamanan adalah bentuk pengorbanan juga. Bersiaplah untuk menjadi berkat bagi sesama, walaupun konsekuensinya kita harus berkorban. Saat kita berkorban, maka itu adalah bukti nyata dari kasih kita kepada Allah dan sesama. Ternyata modal kerinduan saja belumlah cukup. “Ya Tuhan… berikanlah kepada kami hati yang rela.”
Tertulis dalam Mrk 2:4, “ Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring.”
Orang itu adalah sang pemilik rumah. Tempatkanlah diri kita pada posisi orang itu, relakah saat atap rumah kita dibongkar? Mungkin saja saat hal itu terjadi dalam kehidupan kita, kemarahan yang menjadi reaksinya, mengapa? Karena kita tidak rela saat rumah kita “dirusak” oleh orang. Walaupun tidak diceritakan secara terperinci dalam kisah ini, kita patut memberikan penghargaan kepada sang pemilik rumah. Orang ini telah menjadi teladan bagi kita. Karena kerelaan hatinya untuk berkorban, maka ada seorang yang dapat mengalami kesembuhan dari Yesus. Jangan berpikir bahwa setiap kali berbicara mengenai berkorban, maka itu identik dengan uang. Korban waktu, korban perasaan, korban kenyamanan adalah bentuk pengorbanan juga. Bersiaplah untuk menjadi berkat bagi sesama, walaupun konsekuensinya kita harus berkorban. Saat kita berkorban, maka itu adalah bukti nyata dari kasih kita kepada Allah dan sesama. Ternyata modal kerinduan saja belumlah cukup. “Ya Tuhan… berikanlah kepada kami hati yang rela.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar