Berikut ini adalah sebuah catatan yang ditulis oleh seorang hamba Tuhan yang saya hormati yang dimuat di Facebook. Saat membacanya, saya sangat diberkati. Simaklah penuturannya yang disertai dengan kerendahan hati dan kejujuran. Sungguh langka menemukan seorang Leader di zaman sekarang yang memiliki kejujuran seperti ini. Selamat menyimak...
Kasih Persaudaraan menjadi inti dari persekutuan, seperti yang diperintahkan oleh Tuhan kepada 12 orang murid-Nya. Agar mereka tetap tinggal di dalam-Nya. Agar mereka tetap melekat sebagai carang dengan pokok anggur. Agar mereka pergi, berbuah, dan buahnya tetap. Agar apa yang mereka minta kepada Bapa dalam nama Yesus akan dikabulkan. Asal mereka menaati perintah-Nya yang diulang berkali-kali. "Supaya kamu saling mengasihi", "Kasihilah seorang terhadap yang lain." (Yohanes 15).
Saat itu Tuhan tidak sedang berbicara dengan khalayak ramai, namun di dalam ruang makan malam itu, hanya ada 13 orang. Saya keliru mengerti pemahaman ini cukup lama.
Dulu, saya tafsirkan bahwa saya perlu mengasihi seluruh dunia, dengan kualitas seperti Yesus mengasihi saya. Padahal, kualitas seperti itu artinya saya harus menyerahkan hidup dan segala kepentingannya bagi mereka yang saya kasihi. Artinya, kepada siapa saja yang membutuhkan saya, akan saya berikan apa saja yang masih sanggup saya lakukan dan berikan.
Tuhan Yesus menekankan hal ini di saat Perjamuan Terakhir sebagai Perintah yang perlu diingat dan tidak boleh dilupakan. Dalam Yohanes 15, Tuhan mengibaratkan Beliau sebagai POKOK ANGGUR dan murid-murid-Nya sebagai CARANGNYA. Mereka akan berbuah bila melekat dan tinggal dalam Kasih-Nya.
Bagaimana caranya Yesus tinggal dalam Kasih Bapa? Dengan melakukan Perintah Bapa, Yesus tinggal dalam Kasih Bapa. Demikian juga jika melakukan Perintah Yesus, kita akan tinggal dalam Kasih Yesus.
Mengejutkan saya bahwa Perintah yang Tuhan Yesus ingin saya lakukan adalah ayat 12: Kasihilah sesamamu seperti Aku mengasihi kamu!
Jika saya tinggal dalam perintah Yesus, maka sukacita-Nya akan tinggal dalam hati saya. Saya akan berbuah dan buahnya akan tetap. Bahkan apapun yang saya minta dalam nama Yesus akan dikabulkan oleh Bapa.
Selama beberapa tahun pelayanan, tanpa sadar saya mencoba untuk mempraktekkan kebenaran ini KEPADA SEMUA ORANG! Nah, inilah kesalahan saya! Sederhana saja, saya tidak memperhatikan konteks yang Yesus maksudkan. Tuhan tidak meminta saya mengasihi semua orang dengan kualitas kasih seperti Yesus mengasihi saya. Karena kualitas Kasih Yesus adalah MEMBERI HIDUPNYA bagi kita. Menyerahkan NYAWA, bukan sekedar mati terbunuh, bagi orang yang kita cintai.
Namun lebih praktisnya dengan mempedulikan, memberi waktu, mendukung semangat, memberi bahu untuk bersandar, memberi telinga untuk mendengar, dan memberi hati untuk memahami. Menangis dan tertawa bersama. Memberi peringatan dan teguran dengan kasih dan air mata. Menjerit bersama dalam doa. Menghancurkan hati bersama saat menderita. Bertahan dan berjuang bersama sampai berkemenangan.
Tentulah, kualitas kasih semacam ini menuntut waktu dan enerji. Tidak mungkin saya bisa curahkan dan lakukan kepada setiap orang. Akibatnya, orang yang seharusnya saya kasihi justru tidak terlayani, sebaliknya orang yang 'jauh' malahan menikmati kepedulian saya. Orang tua saya tidak menikmati. Istri dan anak saya tidak terlayani.
Salahkah saya? Ya! Namun bukan karena saya sengaja, hanya karena saya tidak mengerti. Akibatnya hubungan saya dengan istri dan anak saya sangat tidak kuat. Hubungan saya dengan orang tua sangat "miskin". Hubungan saya dengan orang sekitar saya pun hanya "tipis". Saya masih beruntung karena masih ada yang merasa saya kasihi.
Akibat yang lebih fatal adalah hidup saya menjadi kering dan buah pelayanan saya menjadi tidak tetap. Suka cita Bapa tidak lagi memenuhi hati saya. Saya terhanyut dengan program dan kegiatan pelayanan. Saya sadari ini setelah saya jatuh. Konselor saya mendorong saya untuk membangun kembali sistem keluarga saya, sehingga imunitas pertahanan hidup saya kuat menghadapi godaan.
Saya belajar dari kesalahan ini, dengan mengalami Kasih Kristus yang ditunjukkan oleh beberapa Sahabat Sejati yang dengan Kasih tak bersyarat kepada saya. Saat saya sangat tidak layak untuk dikasihi. Sangat kotor dan bejat. Mereka berkata "Sam, apapun keadaanmu, saya mengasihimu dan tidak akan berubah. Saya tidak akan meninggalkanmu. Kapanpun kamu butuh saya, kamu bisa hubungi saya, dan saya akan ada di sana bagi kamu. Kamu adalah sahabat saya!" Saya diikat oleh kasih Kristus walaupun saya masih terhanyut. Tapi, ikatan itu mulai menarik saya dan mempertahankan saya untuk selalu mengingat kasih-Nya. Saya akui bahwa sangat tidak mudah untuk bisa tetap mengasihi orang seperti saya. Saya tidak bisa menyalahkan kalau ada bahkan banyak orang marah dan benci kepada saya. Jujur di lubuk hati saya, memang orang senajis saya layak dihukum. Justru itulah genap yang Firman Allah katakan, Anugrah-Nya semakin nyata saat kita tidak berlayak.
Singkat cerita (nanti dalam buku akan diceritakan detail), saya tiba di ujung jalan untuk membuat keputusan.
Yang dimaksud: ...supaya kamu saling mengasihi (Yoh 15:12)...Kasihilah seorang akan yang lain (Yoh 15:17) ..adalah orang yang ada di sekeliling kita. Saat itu 12 orang murid diminta saling mengasihi. Yesus telah menunjukkan praktek sehari-hari dan kemudian puncaknya, mati bagi mereka.
Bagi kita, kelompok itu adalah keluarga kita dan beberapa orang yang benar-benar kita anggap sebagai bagian keluarga (tetangga pada zaman tertentu sudah hampir sama seperti anggota keluarga). Ada yang menyebutnya "kelompok internal". Ada yang menyebutnya "Ring-1". Ada yang menyebutnya "Sahabat".
Yang pasti, jumlahnya terbatas. Yesus sendiri hanya memiliki 12 orang yang diadopsi sebagai sahabat, sementara Beliau tidak mempunyai istri dan anak. Tidak perlu bertanggung jawab memelihara orang tuanya. Juga tidak perlu ke kantor untuk mencari nafkah. Bagaimana dengan kita yang dipenuhi jadwal kerja dan mengurusi keluarga? Pasti jumlah yang kita sanggup penuhi juga akan terbatas. Mungkin total dengan anggota keluarga kita tidak lebih dari 12 orang. Mungkin juga bisa? Mari kita diskusikan.
Selain 12 orang rasul-Nya, Yesus mempunyai Ring-2 berjumlah 70 murid. Terhadap mereka, intensitas yang Yesus berikan tidak sama dengan rasul-Nya. Kita pun memiliki beberapa teman-tema sekantor, se-hobby, segereja, sekampus, dsb. Kepada mereka, kita perlu tunjukkan pelayanan kita namun sangat terbatas dalam intensitas waktu dan kepedulian.
Sebagai pelayan publik, seorang dokter haruslah melayani semua pasien dengan ramah dan "kasih". Namun "kasih" yang seorang dokter tunjukkan kepada pasiennya tentunya terbatas lingkup tugasnya. Dia tidak menyerahkan nyawanya bagi pasiennya. Begitu juga pelayan publik lainnya seperti GEMBALA JEMAAT. Perhatian dan pelayanan kepada jemaat dalam lingkup tugasnya akan sangat berbeda dengan KASIH kepada kelompok RING-1 yang dia kasihi. Namun seorang GEMBALA, seperti yang saya alami, sering kali terhanyut sehingga mengabaikan kelompok RING-1 namun lebih banyak memberi waktu kepada "orang banyak.
Nah, karena jumlahnya makin lama makin banyak, yang terjadi adalah kualitas KASIH yang saya berikan kepada mereka pun jadi berkurang dan tipis. Bahkan seolah menjadi sekedar asal memenuhi syarat. Hal ini ada yang saya sadari, ada juga yang tidak saya sadari. Dalam hati saya merasa sudah melakukannya dengan maksimal karena memang niatnya mau mengasihi.
Ketika ada yang mengeluh karena merasa tidak dikasihi, saya berusaha tingkatkan waktu dan kepedulian. Ketika usaha dan waktu saya mentok habis, saya jadi kecewa karena keluhan tetap datang. Entah kecewa pada diri sendiri, atau kepada yang mengeluh, atau kecewa kepada keadaan? Apa yang terjadi sebenarnya?
Selama enam tahun ini, saya akhirnya menyadari bahwa ada yang keliru dalam pemahaman saya. Sehingga dalam prakteknya terjadi kekusutan. Ternyata kualitas "Kasih Seperti Kristus" tidak dapat kita praktekkan kepada semua orang di dunia. Maksimalkan kepada "sesamamu" (bahasa Inggris: your neighbour), yaitu mereka yang ada di sekitar kita, dengan keterlibatan kontak waktu dan ikatan yang tinggi dan khusus.
Saat itu Tuhan tidak sedang berbicara dengan khalayak ramai, namun di dalam ruang makan malam itu, hanya ada 13 orang. Saya keliru mengerti pemahaman ini cukup lama.
Dulu, saya tafsirkan bahwa saya perlu mengasihi seluruh dunia, dengan kualitas seperti Yesus mengasihi saya. Padahal, kualitas seperti itu artinya saya harus menyerahkan hidup dan segala kepentingannya bagi mereka yang saya kasihi. Artinya, kepada siapa saja yang membutuhkan saya, akan saya berikan apa saja yang masih sanggup saya lakukan dan berikan.
Tuhan Yesus menekankan hal ini di saat Perjamuan Terakhir sebagai Perintah yang perlu diingat dan tidak boleh dilupakan. Dalam Yohanes 15, Tuhan mengibaratkan Beliau sebagai POKOK ANGGUR dan murid-murid-Nya sebagai CARANGNYA. Mereka akan berbuah bila melekat dan tinggal dalam Kasih-Nya.
Bagaimana caranya Yesus tinggal dalam Kasih Bapa? Dengan melakukan Perintah Bapa, Yesus tinggal dalam Kasih Bapa. Demikian juga jika melakukan Perintah Yesus, kita akan tinggal dalam Kasih Yesus.
Mengejutkan saya bahwa Perintah yang Tuhan Yesus ingin saya lakukan adalah ayat 12: Kasihilah sesamamu seperti Aku mengasihi kamu!
Jika saya tinggal dalam perintah Yesus, maka sukacita-Nya akan tinggal dalam hati saya. Saya akan berbuah dan buahnya akan tetap. Bahkan apapun yang saya minta dalam nama Yesus akan dikabulkan oleh Bapa.
Selama beberapa tahun pelayanan, tanpa sadar saya mencoba untuk mempraktekkan kebenaran ini KEPADA SEMUA ORANG! Nah, inilah kesalahan saya! Sederhana saja, saya tidak memperhatikan konteks yang Yesus maksudkan. Tuhan tidak meminta saya mengasihi semua orang dengan kualitas kasih seperti Yesus mengasihi saya. Karena kualitas Kasih Yesus adalah MEMBERI HIDUPNYA bagi kita. Menyerahkan NYAWA, bukan sekedar mati terbunuh, bagi orang yang kita cintai.
Namun lebih praktisnya dengan mempedulikan, memberi waktu, mendukung semangat, memberi bahu untuk bersandar, memberi telinga untuk mendengar, dan memberi hati untuk memahami. Menangis dan tertawa bersama. Memberi peringatan dan teguran dengan kasih dan air mata. Menjerit bersama dalam doa. Menghancurkan hati bersama saat menderita. Bertahan dan berjuang bersama sampai berkemenangan.
Tentulah, kualitas kasih semacam ini menuntut waktu dan enerji. Tidak mungkin saya bisa curahkan dan lakukan kepada setiap orang. Akibatnya, orang yang seharusnya saya kasihi justru tidak terlayani, sebaliknya orang yang 'jauh' malahan menikmati kepedulian saya. Orang tua saya tidak menikmati. Istri dan anak saya tidak terlayani.
Salahkah saya? Ya! Namun bukan karena saya sengaja, hanya karena saya tidak mengerti. Akibatnya hubungan saya dengan istri dan anak saya sangat tidak kuat. Hubungan saya dengan orang tua sangat "miskin". Hubungan saya dengan orang sekitar saya pun hanya "tipis". Saya masih beruntung karena masih ada yang merasa saya kasihi.
Akibat yang lebih fatal adalah hidup saya menjadi kering dan buah pelayanan saya menjadi tidak tetap. Suka cita Bapa tidak lagi memenuhi hati saya. Saya terhanyut dengan program dan kegiatan pelayanan. Saya sadari ini setelah saya jatuh. Konselor saya mendorong saya untuk membangun kembali sistem keluarga saya, sehingga imunitas pertahanan hidup saya kuat menghadapi godaan.
Saya belajar dari kesalahan ini, dengan mengalami Kasih Kristus yang ditunjukkan oleh beberapa Sahabat Sejati yang dengan Kasih tak bersyarat kepada saya. Saat saya sangat tidak layak untuk dikasihi. Sangat kotor dan bejat. Mereka berkata "Sam, apapun keadaanmu, saya mengasihimu dan tidak akan berubah. Saya tidak akan meninggalkanmu. Kapanpun kamu butuh saya, kamu bisa hubungi saya, dan saya akan ada di sana bagi kamu. Kamu adalah sahabat saya!" Saya diikat oleh kasih Kristus walaupun saya masih terhanyut. Tapi, ikatan itu mulai menarik saya dan mempertahankan saya untuk selalu mengingat kasih-Nya. Saya akui bahwa sangat tidak mudah untuk bisa tetap mengasihi orang seperti saya. Saya tidak bisa menyalahkan kalau ada bahkan banyak orang marah dan benci kepada saya. Jujur di lubuk hati saya, memang orang senajis saya layak dihukum. Justru itulah genap yang Firman Allah katakan, Anugrah-Nya semakin nyata saat kita tidak berlayak.
Singkat cerita (nanti dalam buku akan diceritakan detail), saya tiba di ujung jalan untuk membuat keputusan.
Yang dimaksud: ...supaya kamu saling mengasihi (Yoh 15:12)...Kasihilah seorang akan yang lain (Yoh 15:17) ..adalah orang yang ada di sekeliling kita. Saat itu 12 orang murid diminta saling mengasihi. Yesus telah menunjukkan praktek sehari-hari dan kemudian puncaknya, mati bagi mereka.
Bagi kita, kelompok itu adalah keluarga kita dan beberapa orang yang benar-benar kita anggap sebagai bagian keluarga (tetangga pada zaman tertentu sudah hampir sama seperti anggota keluarga). Ada yang menyebutnya "kelompok internal". Ada yang menyebutnya "Ring-1". Ada yang menyebutnya "Sahabat".
Yang pasti, jumlahnya terbatas. Yesus sendiri hanya memiliki 12 orang yang diadopsi sebagai sahabat, sementara Beliau tidak mempunyai istri dan anak. Tidak perlu bertanggung jawab memelihara orang tuanya. Juga tidak perlu ke kantor untuk mencari nafkah. Bagaimana dengan kita yang dipenuhi jadwal kerja dan mengurusi keluarga? Pasti jumlah yang kita sanggup penuhi juga akan terbatas. Mungkin total dengan anggota keluarga kita tidak lebih dari 12 orang. Mungkin juga bisa? Mari kita diskusikan.
Selain 12 orang rasul-Nya, Yesus mempunyai Ring-2 berjumlah 70 murid. Terhadap mereka, intensitas yang Yesus berikan tidak sama dengan rasul-Nya. Kita pun memiliki beberapa teman-tema sekantor, se-hobby, segereja, sekampus, dsb. Kepada mereka, kita perlu tunjukkan pelayanan kita namun sangat terbatas dalam intensitas waktu dan kepedulian.
Sebagai pelayan publik, seorang dokter haruslah melayani semua pasien dengan ramah dan "kasih". Namun "kasih" yang seorang dokter tunjukkan kepada pasiennya tentunya terbatas lingkup tugasnya. Dia tidak menyerahkan nyawanya bagi pasiennya. Begitu juga pelayan publik lainnya seperti GEMBALA JEMAAT. Perhatian dan pelayanan kepada jemaat dalam lingkup tugasnya akan sangat berbeda dengan KASIH kepada kelompok RING-1 yang dia kasihi. Namun seorang GEMBALA, seperti yang saya alami, sering kali terhanyut sehingga mengabaikan kelompok RING-1 namun lebih banyak memberi waktu kepada "orang banyak.
Nah, karena jumlahnya makin lama makin banyak, yang terjadi adalah kualitas KASIH yang saya berikan kepada mereka pun jadi berkurang dan tipis. Bahkan seolah menjadi sekedar asal memenuhi syarat. Hal ini ada yang saya sadari, ada juga yang tidak saya sadari. Dalam hati saya merasa sudah melakukannya dengan maksimal karena memang niatnya mau mengasihi.
Ketika ada yang mengeluh karena merasa tidak dikasihi, saya berusaha tingkatkan waktu dan kepedulian. Ketika usaha dan waktu saya mentok habis, saya jadi kecewa karena keluhan tetap datang. Entah kecewa pada diri sendiri, atau kepada yang mengeluh, atau kecewa kepada keadaan? Apa yang terjadi sebenarnya?
Selama enam tahun ini, saya akhirnya menyadari bahwa ada yang keliru dalam pemahaman saya. Sehingga dalam prakteknya terjadi kekusutan. Ternyata kualitas "Kasih Seperti Kristus" tidak dapat kita praktekkan kepada semua orang di dunia. Maksimalkan kepada "sesamamu" (bahasa Inggris: your neighbour), yaitu mereka yang ada di sekitar kita, dengan keterlibatan kontak waktu dan ikatan yang tinggi dan khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar