Selama ini setiap kali membaca kisah Yosua dan bangsa Israel menyeberangi sungai Yordan, maka yang ada dalam benak saya adalah ini bukanlah mujizat yang luar biasa. Apa susahnya menyeberangi sebuah sungai? Apa susahnya bagi Tuhan membelah sungai Yordan jika dibandingkan saat Ia membelah Laut Merah. Pemikiran ini berubah saat saya membaca buku Grace Land (Negeri Kasih Karunia) tulisan dari Steve McVey. Dia menuliskan sesuatu yang membuka mata saya mengenai keadaan Geografis sungai Yordan. Inilah cuplikan dari tulisannya:
Antara tempat di mana bangsa Israel berdiri di padang belantara dengan tanah perjanjian mengalir sungai Yordan. Menempuh jarak 100 km dari ujung selatan Laut Galilea ke ujung utara Laut Mati, sungai itu biasanya kira-kira 3 km lebarnya. Ketinggian sungai menurun dari sekitar 21.000 meter dibawah permukaan danau Galilea menjadi hampir 39.000 meter dibawah permukaan laut di tempat ia berakhir di laut Mati. Kata Yordan berarti "yang menurun". Masalah terbesar yang akan dihadapi bangsa Israel saat berjalan menyeberangi sungai itu adalah arus deras yang disebabkan oleh bentuk geografis lembah yang menurun. Di beberapa tempat air sungai Yordan mengalir deras menuruni bukit. Sebenarnya, ada 27 rangkaian arus deras di sepanjang rutenya menuju ke Laut Mati.
Ketika tiba saatnya bagi bangsa Israel untuk menyeberang, bangsa itu telah melewatkan 3 hari berkemah di tepiannya, mengawasi arus yang deras itu. Mereka tahu kekuatan arus sungai dalam kondisi normal saja sudah sulit untuk diseberangi, tetapi kondisi pada saat itu tidaklah normal. Saat itu adalah musim panen dan "sungai Yordan itu sebak sampai meluap sepanjang tepinya selama musim menuai" (Yos 3:15). Allah tidak memilih agar bangsa itu menyeberangi sungai Yordan memasuki Kanaan saat keadaan sulit. Ia menunggu sampai MUSTAHIL bagi mereka untuk melakukannya sendiri.
Situasi yang mustahil - itulah yang Allah ciptakan bagi mereka yang mengikutiNya. Hanya saat seorang percaya telah kehilangan keyakinannya pada kemampuannya sendiri untuk mencari jalan barulah ia akan memasuki Negeri Kasih Karunia. Allah tidak hanya mengizinkan kita untuk menghadapi situasi yang mustahil, Ia sering merencanakan situasi-situasi seperti itu untuk mengakhiri kemandirian kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar